1. Ayat-ayat tentang sumber-sumber ilmu
Menurut pandangan Al-Qur’an, seperti diisyaratkan oleh wahyu pertama, ilmu terdiri dari dua macam.
1. Ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia. Seperti diinformasikan antara lain oleh
Al-Qur’an surat Al-Kahfi: 65[1].
a. Surat Al-Kahfi: 65
فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ
عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا
“Lalu mereka
bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba kami, yang Telah kami
berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang Telah kami ajarkan kepadanya
ilmu dari sisi Kami.”
Menurut ahli tafsir lafadz hamba
dalam ayat
ini ialah Nabi Khidhr, dan yang dimaksud dengan
rahmat di sini ialah wahyu kenabian. Sedang yang
dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib.
Pada dasarnya semua ilmu itu berasal dari
satu sumber yakni dari Allah SWT. Akan tetapi ada dua cara perolehan dan
pengembangan ilmu, yaitu: Allah mengajar manusia tanpa pena atau tanpa usaha
manusia sedikitpun. Dan mengajar manusia dengan pena yang telah diketahui
manusia lain sebelumnya atau atas dasar usaha manusia tersebut.
Menurut Hujjatul Islam Al-Ghazali, bahwa
pada garis besarnya, dalam ayat ini terdapat 2 cara bagi seseorang untuk
mendapatkan ilmu:[2]
1. Pengajaran yang langsung diberikan Allah kepada seeorang yang disebut
ilmu robbani. Ilmu ini dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Diberikan dengan cara wahyu, yang ilmunya disebut ‘ilmu al-anbiya’ dan
khusu para nabi.
b. Diberikan dengan cara ilham, yang ilmunya disebut ilmu laduni. Ilham ini
merupakan perhiasan yang diberikan Allah kepada para kekasih-Nya (pa wali
Allah).
2. Proses pengajaran dari manusia, disebut ta’lim al-insan, yang dibagi 2,
yaitu:
a. Belajar kepada orang lain.
b. Belajar sendiri dengan kemampuan akal pikiran.
2. Ilmu yang diperoleh karena usaha manusia, ilmu ini dinamakan ilmu kasbi.
Ayat-ayat ilmu kasbi jauh lebih banyak daripada yang berbicara tentang ilmu
laduni.
a. Surat Al-Rahman: 1-2
الرَّحْمَنُ (1) عَلَّمَ
الْقُرْآنَ (2)
“
(Tuhan) yang Maha pemurah. Yang telah mengajarkan
Al Quran.”
Lafadz al-qu’an dalam
ayat ini adalah firman-firman Allah SWT. yang disampaikan oleh malaikat jibril
kepada Nabi Muhammad SAW. yang dijadikan
sebagai pedoman hidup bagi kaum muslim. Sebagimana hadits yang diriwayatkan
oleh Malik, Nabi Muhammad SAW. bersabda “sesungguhnya telah kutinggalkan
untukmu dua perkara, yang kamu tidak akan sesat selama kamu masih berpegang
kepada keduanya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.”
Allah SWT. telah memerintahkan hamba-Nya untuk
menjadikan al-Qur’an sebagai sumber pertama ilmu kasbi. Hal ini dikarenakan al-qur’an sendiri langsung
dari sisi Allah SWT. dan dalam pengawasannya, sehingga terjaga dari kesalahan,
dan terbebas dari segala kepentingan apapun, karena ia diturunkan dari Yang
Maha Berilmu dan Yang Maha Adil.
Al-Qur’an sebagai sumber ilmu dapat melahirkan
berbagai macam aspek ilmu-ilmu, bukan hanya ilmu pengetahuan dan ilmu keislaman
saja tetapi juga teknologi, karena semakin intensif manusia menggali ayat-ayat
al-Qur’an maka akan semakin banyak pula isyarat keilmuan yang didapatkan.
Di dalam Al-Qur’an juga banyak terkandung unsur-unsur pendidikan
antara lain: menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, fitrah manusia,
penggunaan cerita (kisah) untuk bertujuan pendidikan dan memelihara keperluan
semua masyarakat.
b. Surat Al-Maidah: 31
فَبَعَثَ اللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ فِي الْأَرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ يُوَارِي
سَوْءَةَ أَخِيهِ ۚ قَالَ يَا وَيْلَتَا أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَٰذَا
الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْءَةَ أَخِي ۖ فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِينَ
“Kemudian Allah
menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan
kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, Mengapa
Aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu Aku dapat menguburkan
mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang
yang menyesal.”
Diriwayatkan ayat ini turun setelah Qobil
membunuh saudaranya Habil. Ia tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya
terhadap mayat saudaranya. Karena ini pembunuhan pertama yang terjadi di kalangan
manusia. Maka Allah menyuruh seekor burung gagak mengali-gali di bumi lalu
menguburkan sesuatu untuk memperlihatkan kepada Qobil.[3]
Dipahami dari ayat Ini bahwa manusia banyak pula
mengambil pelajaran dari alam dan jangan segan-segan mengambil pelajaran dari
yang lebih rendah tingkatan pengetahuannya.
Di antara sumber-sumber yang lain
alam juga bisa digunakan sebagai sumber, media dan sarana belajar untuk memetik ilmu pengetahuan. Segala
sesuatu yang terjadi di dunia ini dan segala yang ada di dalamnya merupakan
sumber ilmu karena itu kita harus peka terhadap sesuatu yang ada tersebut dan
tidak meremehkan hal-hal yang kecil untuk diambil pelajarannya.
c. Surat Ali ‘Imran: 159
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا
عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Asbabun nuzul dari ayat ini dalah setelah
kegagalan kaum muslimin dalam perang uhud. Padahal sebelum perang para kum muslimin mengadakan musyawaroh. Tetapi hasilnya
adalah kegagalan. Hasil ini boleh jadi mengntar eseoran untuk berksimpulan
bahwa musyawaroh tidak perlu diadakan. Apalagi bagi Rosul. Karena itu ayat ini
dipahami sebagai pesan untuk melakukan musyawaroh. Karena kesalahan yang
dilakukan setelah musyawaroh tidak sebesar kesalahan yag dilakukan tanpa
musyawaroh, dan kebenaran yang diraih sendirian tidak sebaik kebenaran yan
diraih bersama.[4]
d. Surat Al-Syura: 38
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ
وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi)
seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami
berikan kepada mereka.”
Ayat ini turun sebagai pujian kepada kelompok Muslim Madinah
(Anshar) yang bersedia membela Nabi SAW. dan menyepakati hal tersebut melalui musyawarah yang mereka
laksanakan di rumah Abu Ayyub Al-Anshari.[5]
Kata musyawaroh terambil dari akar kata
sy-, w-, r-, yang pada mulanya bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah.
Makna ini kemudian berkembang, sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat
diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat). Musyawaroh dapat
juga berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu. Kata musyawaroh pada dasarnya
hanya digunakan untuk hal-hal yang baik, sejalan dengan makna dasarnya.
Dari kedua ayat di atas, dapat kita ketahui
bahwa untuk mendapatkan ilmu juga bisa mengadakan musyawaroh atau kata
ilmiahnya diskusi. Musyawaroh atau diskusi bisa juga diartikan sebagai saling
tukar pendapat atau pikiran atau juga pengetahuan yang dimiliki. Sehingga orang
yang bermusyawaroh bisa mengetahui apa yang diketahui oleh orang lain.
[1] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Jakarta:
Mizan, 2005), hlm. 435
[2] Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta:
Lentera Abadi, 2010), hlm. 640
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir AL-Misbah (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), hlm. 97
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir AL-Misbah (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), hlm. 312
[5] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Jakarta:
Mizan, 2005), hlm. 471
0 komentar:
Posting Komentar